Halaman

sayang

KAMPUS YAYASAN STIKES HARAPAN MAMA TERLETAK DI BATANG KUIS KM.14.5 NO.10 SEIROTAN-BATANGKUIS DELI SERDANG MEDAN SUMATERA UTARA

Kamis, 19 Mei 2011

RUPTUR PERINEUM


RUPTURE PERINEUM
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Perlukaan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara biasanya tidak dapat tegangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang- kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak1.
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.1,2
Menurut Stefen, seorang tokoh WHO dalam bidang Obgyn, jumlah patah tulang osteoporotik meningkat dengan cepat. Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan  mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. (Hilmy, 2010).
Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami rupture perineum, 40 % diantaranya mengalami rupture perineum karena kelalaian bidannya. 20 juta diantaranya adalah ibu bersalin. Dan ini akan membuat beban biaya untuk pengobatan kira-kira 10 juta dolar pertahun (Heimburger,2009). Menurut penelitian di Australia, setiap tahun 20.000 ibu bersalin akan mengalami rupture perineum  ini disebabkan  oleh ketidaktahuan bidan tentang asuhan kebidanan yang baik.
Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009 – 2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami rupture perineum akan meninggal duniadengan persen          ( 21,74 % ). ( Siswono, 2003 )
Di Asia rupture perineum  juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian rupture perineum didunia terjadi di Asia (Campion, 2009). Prevalensi ibu bersalin  yang mengalami rupture perineum di Indonesia pada golongan umur 25 – 30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia  32 –39 tahun sebesar 62 %.
Menuru data di RS DR Wahidin Sudirohusodo Makassar selama tahun 2003 adalah 128 orang amengalami rupture perineum ini diakibatkan bidan-bidan di Indonesia sangat minim pengetahuan tentang pemberian asuhan kebidanan pada ibu hamil maupun ibu bersalin, data ini didukung juga ditemukan data dari depkes RI yang mengatakan bahwa sebanyak 250 bidan PNS yang di data beberapa kota di pulau jawa tidak mengetahui dengan benar cara memberikan asuhan kebidana yang benar dan tepat bagi ibu bersalin dan ibu hamil . (Siswono, 2009).

http://www.scribd.com/doc/35338955/Preskas-Ruptur-Perineum

Tidak ada komentar: